Senin, 14 Juli 2014

LEMPUK DURIAN, BERKAH DI BULAN RAMADHAN

LEMPUK DURIAN, BERKAH DI BULAN RAMADHANOleh : Two Bagus Pohan-Fasilitator Kecamatan Bantan
 

Berbau wangi, menyengat hidung dan munculkan selera, itulah yang tergambar jika siapapun yang mulai memasuki wilayah Kecamatan Bantan. Hampir di setiap sudut mata memandang buah berduri namun lezat rasanya itu bergelantungan di setiap pohon-pohon durian yang terlewati. Belum lagi di hampir setiap sudut rumah warga akan terlihat tumpukan-tumpukan buah durian yang siap dijual kepada agen. Sepeda motor dengan membawa keranjang yang berisi durian juga sepertinya tak berhenti berlalu lalang di jalanan. Ya itulah sepenggal hingar bingar jika musim durian tiba di Bantan, apalagi saat ini bukan hanya sebatas musim durian saja tapi “banjir durian”, hal inilah yang membuat banyak masyarakat beralih profesi sementara waktu menjadi penjual atau agen durian dan ada pula yang mengolah durian tersebut menjadi lempuk durian yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi.

Hal inilah yang dilakukan oleh salah satu anggota kelompok SPP Asoka yang menjadi binaan UPK Kec. Bantan. Anggota kelompok SPP yang bermastautin di Selatbaru ini tidak membuang kesempatan bagus ini, apalagi saat ini sedang banjir durian. Durian mudah didapat dengan harga yang sangat murah untuk kemudian diolah menjadi lempuk durian. Sukarti atau yang akrab dipanggil Bu De adalah salah satu anggota kelompok SPP Asoka yang berubah profesi menjadi pembuat lempuk durian. Padahal membuat lempuk bukanlah usaha utama Bu De selama ini, hanya karena saat ini durian banjir dan harganya murah makanya Bu De pun ikut ambil bagian dalam kesempatan ini. Karena dengan kondisi saat ini, membuat lempuk durian akan sangat menguntungkan.



Membuat lempuk durian menurut Bu De tidaklah terlalu sulit, bahan bakunya hanyalah durian dengan gula putih saja. Untuk menghasilkan 1 kg lempuk durian maka dibutuhkan 8-9 buah durian berukuran besar dan 2,5 “mate” gula pasir. Tinggal menyesuaikan berapa kg lempuk yang mau dibuat. Dibantu oleh Pak De, durian dipisahkan dari bijinya kemudian diaduk rata dalam sebuah wadah, setelah itu durian tersebut dimasukkan ke dalam kuali besar untuk diolah. 



Sama seperti membuat dodol, membuat lempuk pun mulai dari awal durian dimasukkan ke dalam kuali besar harus tetap diaduk dengan rata agar hasilnya sempurna. Setelah durian tadi setengah masak barulah gula dimasukkan sesuai dengan ukuran atau jumlah durian yang dimasukkan, kemudian diaduk tanpa henti sampai benar-benar masak dengan sempurna. Bu De dan Pak De pun kelihatan mandi keringat mengayuh gagang kayu pengolah lempuk, ditambah lagi dengan panas api dari tumpukan kayu-kayu yang disusun di bawah kuali besar itu membuat Bu De dan Pak De sebentar-sebentar menyeka keringat. Butuh waktu 4-5 jam agar lempuk durian bisa masak dengan sempurna. Perlahan-lahan durian yang dicampur dengan gula putih akan kelihatan berwarna kecoklatan. Aromanya pun menusuk hidung dan rasanya begitu manis dan lezat.   

Lempuk durian adalah salah satu oleh-oleh khas Kabupaten Bengkalis yang sudah dikenal di seantero Riau, bahkan sudah menasional. Biasanya lempuk yang dibuat oleh masyarakat akan dijual per-kilo kepada agen, kemudian agen tersebut akan menjual kembali ke Pekanbaru ke pengusaha yang menjual oleh-oleh khas Riau. Di Pekanbaru-lah lempuk durian ini dikemas dan dipacking kembali dengan berbagai ukuran sehingga memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Lempuk durian ini sangat diminati baik masyarakat lokal maupun orang-orang yang berkunjung ke Pekanbaru sehingga ketika kembali ke daerahnya lempuk durianlah yang akan dijadikan sebagai oleh-oleh.

Itulah kenapa Bu De beralih profesi sementara sebagai pembuat lempuk durian, modalnya kecil untungnya lumayan besar. Apalagi saat ini bulan puasa, tentu tak lama lagi hari raya Idul Fitri pun akan tiba. Hasil dari penjualan lempuk durian bisa menutupi angsuran pinjaman Bu De di UPK. "Jadilah bise bayar hutang, lebihnya buat beli baju raye anak-anak", demikian kata Bu De dengan penuh senyum, ya senyuman semanis buah durian.

BOTOL SEBAGAI PENDUKUNG PONDASI GEDUNG

BOTOL SEBAGAI PENDUKUNG PONDASI GEDUNG
(Ester Dwijunita Simanjuntak, ST, Fasilitator Teknik Kec. Bantan)

Botol merupakan benda yang mudah pecah dan tidak bernilai setelah selesai digunakan, lebih sering menjadi barang rongsokan atau menjadi penghuni lubang sampah. Tapi siapa sangka barang yang mudah pecah dan tidak bernilai itu ternyata bisa dijadikan sebagai bahan alternatif pondasi bangunan gedung sederhana. Botol bisa ternyata mampu menahan berat atau beban bangunan agar bangunan tersebut tidak turun. Seperti itulah selama ini yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bantan Tengah, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis setiap kali membangun gedung sekolah ataupun rumah.
 
Tidak heran jika dalam pelaksanaan pembangunan gedung TK Pelita Hati yang didanai oleh PNPM Mandiri Perdesaan TA. 2014 di Desa Bantan Tengah terdapat ratusan botol kosong yang disusun sedemikian rupa ketika pelaksanaan pekerjaan pembuatan pondasi. Hal ini sekilas akan terlihat aneh jika kita tidak memahami apa fungsi dari botol-botol tersebut. Untuk apa gunanya barang tidak bernilai tersebut disusun sedemikian rupa di pondasi bangunan yang akan dilakukan pengecoran. Kenapa harus botol? Tentu itu pertanyaan yang muncul di benak kita.

Botol berfungsi untuk menahan beban agar pondasi utama tidak turun dikarenakan kondisi  tanah lunak/gambut. Hal ini dikarenakan botol bisa menampung udara yang menjadikan kekuatan penahan. Sebelum dilakukan pengecoran di lantai kerja atau pengecoran dasar, botol dimasukkan ke dalam tanah dengan cara ditekan dan posisi kepala botol menghadap kebawah sampai hampir seluruh botol tenggelam dan disisakan sekitar 2,5 cm. Disisakan 2,5 cm ini tujuannya supaya botol yang dimasukkan ke dalam tanah tadi bisa menyatu dengan pondasi dasar atau biasa disebut oleh Tim Pengelola Kegiatan(TPK) nya sebagai lantai kerja. Botol disusun secara zig-zag di hamparan pondasi, sementara untuk tapak pondasi botol disusun lurus berbaris di keseluruhan tapak pondasi disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk tapak pondasi ukuran 50 cm x 50 cm biasanya diperlukan sekitar 20 buah botol.
 
Setelah botol dimasukkan ke dalam tanah, disusun sedemikian rupa dan disisakan sekitar 2,5 cm barulah kemudian dilakukan pengecoran dasar di pondasi atau pengecoran lantai kerja. Dengan disisakannya badan botol 2,5 cm itu maka botol akan menyatu dan melekat kuat dengan cor dasar. Setelah pengecoran dasar kering barulah dibuat pondasi tapaknya. Jadi botol dalam hal ini berfungsi sebagai pondasi dasar sebelum dilakukan pengecoran pondasi yang sebenarnya. Artinya pengecoran dasar yang dilakukan di lantai kerja pondasi, botol-lah yang berfungsi sebagai penahan dibawahnya.

Itulah kenapa dalam pembangunan TK Pelita Hati di Desa Bantan Tengah botol dijadikan sebagai pondasi awal dikarenakan fungsinya yang sagat luar biasa. Disamping itu botol juga bisa bertahan lebih lama dibandingkan dengan kayu yang lebih mudah lapuk termakan tanah. Kecuali untuk daerah rawa yang memiliki kandungan air yang tinggi maka kayulah yang lebih bagus digunakan. Dalam pembangunan gedung TK Pelita Hati ini botol merupakan swadaya dari masyarakat yang dikumpulkan kemudian digunakan sebagai pondasi awal pembangunan. Barang yang dianggap tidak bernilai dan tidak bermanfaat ini, ternyata bagi masyarakat Desa Bantan Tengah memiliki manfaat yang sangat besar. Bagi mereka yang kreatif, barang yang tidak bernilai sekalipun bisa bernilai tinggi dan berdaya guna (Edited By Bambang Tekno).